TARAKAN – Secara makro, keberhasilan pembangunan daerah dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di Tarakan.
Melalui kepemimpinan dr. Khairul M.Kes dan Effendi Djuprianto, di tahun 2021, IPM Kota Tarakan mencapai 76,23, meningkat 0,14 poin dibanding tahun 2019.
Ketika pasangan ini mengawali masa jabatannya, capaian IPM kota Tarakan ini tertinggi di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara), dan lebih tinggi dari rata-rata Provinsi Kaltara yang mempunyai IPM sebesar 71,19 dan lebih tinggi dari IPM rata-rata nasional yang sebesar 72,29.
“IPM kita naik. Bahkan kita kalau rata-rata secara provinsi, kita nomor satu dan kalau secara nasional kita juga di atas,” ujar Wali Kota Khairul kepada awak media, Senin (28/2/2022).
Agregat pembentuk IPM kota Tarakan adalah usia harapan hidup, di mana angka harapan hidup di Kota Tarakan adalah 74,04 tahun. Angka rata-rata lama sekolah 9,98 tahun, dan pengeluaran per kapita 11,201 juta per bulan.
Sebagaimana disebutkan di atas, pertumbuhan ekonomi Tarakan yang sempat mengalami kontraksi hingga minus 0,78 persen seiring dengan pandemi Covid-19 yang melanda bukan hanya secara nasional, melainkan di seluruh dunia.
Berbagai upaya telah dikerahkan, aktivitas perekonomian masyarakat pun tetap diperbolehkan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Dan seiring dengan membaiknya aktivitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi Tarakan mencatatkan angka 4,02 persen dengan inflasi angka 2,83 persen.
“Pertumbuhan ekonomi kalau tahun ini sudah mulai membaik dibanding tahun lu yang kita minus -0,78 (persen), sekarang sudah 4,02 (persen),” beber Wali Kota Khairul.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kontraksi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, masih menyisakan banyak tantangan bagi Pemerintah Kota Tarakan.
Di antaranya, diakui Wali Kota Khairul, angka kemiskinan tahun 2021 ymeningkat 0,56 persen dari tahun 2018. Selain disebabkan pandemi Covid-19, juga karena standar garis kemiskinan Kota Tarakan meningkat dari Rp 613.593 (tahun 2018) menjadi Rp 711.268 (tahun 2021).
“Kemiskinan itu naik sekitar 0,56 persen dibanding tahun 2018. Karena patokan kami sebelum menjabat, kita bandingkan 2018 dengan 2021, tetapi ternyata penyebabnya selain pandemi Covid-19, pengeluaran membuat garis kemiskinan juga naik. Kalau 2018, orang setiap belanja itu mengeluarkan Rp 613.503, itu sebenarnya di bawah itu baru dianggap miskin. Kalau sekarang itu naik menjadi Rp 711.268. Jadi standar kehidupan menjadi naik,” ujarnya.
Namun angka pengangguran terbuka di Tarakan turun 1 persen dibanding tahun 2018 yang mencapai 5,94 persen. Sedangkan di tengah kondisi pandemi Covid-19 bisa ditekan 4,94 persen. (jkr)
Sumber: DKISP Tarakan
Discussion about this post