TARAKAN – Ramai pemberitaan di media online nasional bahwa Bank Indonesia (BI) berencana akan mengembangkan rupiah digital resmi, seiring maraknya uang kripto masuk ke Indonesia.
Terkait rencana tersebut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Yufrizal memberi penjelasan.
Menurutnya, Central Bank Digital Currency (CBDC) merupakan bentuk digital dari uang, berdenominasi mata uang nasional, yang diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya serta menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency.
Saat ini, bank sentral memiliki kewajiban moneter berupa uang kartal berbentuk fisik (uang kertas dan uang logam) dan rekening giro pihak ketiga. Namun Bank Indonesia menyadari jika digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan.
“Bank Indonesia menyadari bahwa digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, Bank Indonesia terus mendorong digitalisasi keuangan, terutama di bidang Sistem Pembayaran yang merupakan domain dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral,” ujar Yufrizal kepada jendelakaltara.co, Sabtu (27/2/2021).
“Saat ini BI terus mendorong transformasi digital tersebut melalui industri melalui penyempurnaan BI Fast Payment dan QRIS, dimana menjadi bagian dari Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia Tahun 2025. CBDC dinilai dapat menjadi bagian dari percepatan digitalisasi tersebut,” bebernya.
Menurutnya, Bank Indonesia sendiri sebagai Bank Sentral Republik Indonesia, sejak beberapa waktu lalu telah melakukan kajian/asesmen untuk melihat potensi dan manfaat CBDC, dikaitkan dengan kondisi di Indonesia yang tentunya akan berimplikasi pada perbedaan desain dan arsitektur CBDC yang akan dipilih, beserta mitigasi risikonya.
Bank Indonesia juga telah dan terus akan berkoordinasi dengan bank sentral lain termasuk melalui forum internasional untuk bertukar pandangan terkait pendalaman CBDC.
“Melalui langkah-langkah ini, jika tiba waktunya dan tepat dengan melihat kondisi dari digitalisasi di Indonesia itu sendiri, Bank Indonesia akan siap mengimplementasikan CBDC tersebut,” tuturnya.
Proses pengimplementasian ini sendiri tentu akan melalui proses sosialisasi yang baik dan menyeluruh serta pemberlakuannya akan dilakukan secara gradual sehingga tidak menimbulkan disruption yang terlalu besar di masyarakat hingga sistem keuangan di dalam negeri.
Implementasinya ke depan juga sangat bergantung dengan kesiapan dan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat ke depan, terlebih kesiapan di bidang infrastruktur digitalisasi tersebut.
Sementara itu, ditegaskan Yufrizal, penggunaan mata uang digital yang ada di masyarakat saat ini seperti bitcoin, ethereum dan lainnya tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran atau bukan merupakan alat pembayaran yang sah.
Hal ini sesuai dengan undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang bahwa Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah. (jkr-1)
Discussion about this post