TARAKAN – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan bersama Kantor UPBU Juwata Tarakan berupaya mencarikan solusi terhadap persoalan lahan Bandara Juwata Tarakan.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPRD Tarakan, Edi Patanan, usai pihaknya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan UPBU Juwata Tarakan dan pihak terkait lainnya di ruang rapat Gedung DPRD Tarakan, Selasa (7/3/2023).
“Ini akan segera kita selesaikan dan sudah membentuk tim investigasi. Yang masih diklaim oleh masyarakat kita carikan solusi, jalan terbaik, bagaimana penyelesaiannya,” ujar Edi Patanan kepada awak media.
Dari RDP tersebut diketahui bahwa persoalan itu sudah bertahun-tahun belum terselesaikan. Lahan yang dipersoalkan adalah yang kini menjadi landasan pacu.
Berdasarkan penjelasan manajemen UPBU Juwata Tarakan, luas lahan tersebut mencapai 69,71 hektare yang dikuasai 33 orang dan telah bersertifikat.
Sedangkan data dari kelurahan setempat, lahan yang bermasalah luasnya 95,2 hektare yang dikuasai 42 orang. Dari jumlah itu, 2 orang sudah dibayar dengan luas 7 hektare.
“Ini awalnya lahan yang dikelola oleh masyarakat, ada tambak, kebun, tetapi sudah menjadi landasan pacu Bandara Juwata Tarakan. Persoalan inilah yang mau kita selesaikan seperti apa solusinya,” ungkapnya.
Dari denah yang ada, lahan Bandara Juwata Tarakan terbagi dalam tiga blok. Untuk blok A sendiri digambarkan berwarna biru, merupakan lahan yang kini dipersoalkan dengan masyarakat.
Sementara blok B berwarna kuning, merupakan lahan yang telah memiliki sertifikat hak pakai nomor 174 dan 175 yang dikuasai Bandara Juwata Tarakan.
Ada juga blok C yang digambarkan berwarna hijau. Ini merupakan lahan yang kini menjadi pemukiman padat penduduk. Letaknya berada di seberang landasan pacu atau di sebelah Jalan Aki Balak.
Berdasarkan keterangan pihak bandara, lahan tersebut belum memiliki sertifikat. Tetapi masuk dalam kawasan pengembangan bandara. Sedangkan di dalam lahan seluas 52,1 hektare itu, sudah dibuatkan 800 surat peta bidang serta ada juga surat sertifikat serta surat GS yang dipegang masyarakat yang tersebar di 10 RT.
Selain itu, dari RDP itu juga terdapat perbedaan data antara UBPU Juwata Tarakan dengan Kantor Pertanahan Tarakan terkait lahan blok B.
Berdasarkan peta yang dipaparkan Kantor Pertanahan Tarakan, sertifikat hak pakai yang dimiliki UPBU Juwata Tarakan nomor 174, luasnya kurang lebih 107,2 hektare dan sertifikat hak pakai nomor 175 kurang lebih 9,3 hektare sehingga luas lahan bandara mencapai 116,5 hektare. Namun dari penjelasan UPBU Juwata Tarakan, luas kawasan bandara mencapai 238 hektare.
“Setelah melihat data yang ada dan mempelajari, bertentangan dengan apa yang disampaikan pihak BPN dan bandara. Karena BPN mengaku pada sertifikat hak pakai,” ungkapnya.
Sementara itu, Plt Kepala UPBU Juwata Tarakan, Dody Dharma Cahyadi mengaku pihaknya telah menyampaikan persoalan ini kepada Kementerian Perhubungan dan akan ditindaklanjuti dengan menurunkan tim APIP untuk melakukan audit.
“Saya sudah melaporkan kegiatan rakor tersebut kepada Dirjen Perhubungan Udara dan juga Insektur Jenderal Perhubungan Udara bahwa dalam rakor tersebut ada kesimpulan. Bahwa tim dari APIP harus mengaudit kaitannya dengan masalah lahan,” ujarnya kepada awak media.
Menurutnya, tim APIP nantinya akan mengaudit data yang telah dilaporkannya dengan yang dipegang stakeholder terkait agar investigasi lebih lengkap lagi. (jkr)
Discussion about this post