TANJUNG SELOR – Direktur Operasional Perumda Benuanta Kaltara Jaya, Bob Prabowo mengharapkan adanya aturan dari Pemerintah Provinsi Kaltara yang mengikat agar pemusnahan limbah medis dilakukan di tempat pengolahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) milik Pemprov Kaltara.
Perumda Benuanta Kaltara Jaya dipercaya oleh Pemprov Kaltara untuk mengelola mesin pengolahan limbah B3 atau limbah medis yang berlokasi di Desa Tengkapak, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan itu.
Namun, untuk menjalankan bisnis ini agar memiliki nilai ekonomis sangat tergantung pada kuantitas atau banyaknya limbah medis yang masuk.
Semakin banyak limbah medis yang diolah maka semakin banyak pula nilai ekonomis yang masuk. Terlebih harga bakarnya juga cukup murah. Hanya Rp 15 ribu perkilogram.
“Kita harapkan ini bisa akan berjalan jika ada aturan dari pemerintah yang mensupporting kita supaya limbah-limbah yang ada di Kaltara ini diolah di tempat kita. Jangan sampai lari ke luar lagi. Saya rasa itu akan punya nilai ekonomis yang tinggi,” ujar Bob Prabowo, Rabu (6/3/2024).
Menurut Bob Prabowo, pihaknya tidak langsung menerima limbah medis dari fasilitas Kesehatan. Melainkan melalui transportir.
Namun sepengetahuannya, beberapa fasilitas kesehatan sudah memusnahkan limbah medisnya di tempat pegolahan milik Pemprov Kaltara. Seperti rumah sakit Pertamedika dan sejumlah puskesmas.
Menurutnya, sangat berat apabila tidak didukung dengan regulasi dari pemerintah provinsi. Sebab, masih ada kemungkinan fasilitas kesehatan akan mengalihkan limbah medisnya ke luar Kaltara seperti yang dilakukan selama ini.
Agar bisa untung dari mengelola bisnis ini, Bob Prabowo memperkirakan setidak bisa mengolah 30 – 40 ton limbah medis perbulannya. Sedangkan saat ini jumlahnya masih 2 ton.
Disinggung tarif pemusnahan yang hanya Rp 15 ribu perkilogram, Bob Prabowo menilai tarifnya cukup kompetitif.
“Ambil contoh sekarang kita punya limbah di Bulungan, di Balikpapan itu harganya Rp 15 ribu. Sebenarnya kalau kita menetapkan harga Rp 20 ribu pun kita lebih murah. Karena cost transport ke sana jauh lebih besar dari selisih Rp 5 ribu,” tuturnya. (jkr)
Discussion about this post