TARAKAN – Dekan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT), Yahya Ahmad Zein, berhasil meraih gelar guru besar di usia 43 tahun. Gelar akademik tertinggi yang mungkin menjadi impian dosen di Indonesia.
Pria kelahiran Tarakan, 14 Agustus 1979 ini baru saja meraih gelar profesornya pada Juli 2022, setelah penelitiannya tentang hukum tata negara di perbatasan, meyakinkan pengujinya untuk mengakui Yahya Ahmad Zein pantas menyandang gelar tersebut.
Ini tidak lepas wilayah Kaltara yang menjadi perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Kondisi geografis itu menjadi laboratorium untuk mendukung penelitiannya terkait hukum di perbatasan.
“Saya kebetulan memang fokus pada bidang perbatasan. Makanya saya guru besar hukum tata negara yang spesifik perbatasan, tapi secara umum masuk dalam rumpun hukum tata negara,” ujarnya.
“Saya memang dari awal banyak meneliti soal perbatasan, termasuk salah satu buku yang sudah diterbitkan, ‘Hak Warga Negara di Wilayah Pebatasan’ itu memang bicara khusus soal perbatasan,” lanjut alumni S-1 dan S-2 Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ini.
Untuk meraih gelar itu, Yahya Ahmad Zein mengaku butuh proses panjang dan bertahun-tahun. Ia memulai dengan menjadi asisten ahli sekira 13 tahun lalu, dilanjutkan mengajukan menjadi lektor atau dosen, lektor kepala, hingga sampai pada pengajuan guru besar.
Namun, tidak butuh waktu lama untuk meraih gelar guru besar. Yahya Zein mengaku hanya butuh kurang lebih setahun untuk meraihnya, karena telah memenuhi sejumlah syarat.
“Alhamdulillah pengajuan guru besar saya ini memang relatif lebih cepat. Dalam artian kurang dari setahun sudah keluar karena memang beberapa persyaratan penting, terutama syarat khusus menjadi guru besar, termasuk tulisan di jurnal internasional. Kebetulan saya kemarin mengajukan ada 3 tulisan di jurnal internasional,” bebernya.
Syarat khusus lainnya yang dipenuhi, beber Yahya Ahmad Zein, ia sudah beberapa kali mendapatkan hibah penelitian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemedikbudritek sehingga memudahkannya mendapatkan gelar profesor. Meski demikian, dalam proses pengajuannya, Yahya Yahya Zein juga mengaku sempat terhenti.
“Saya sebenarnya sempat terhenti karena ada beberapa perspektif yang berbeda. Akhirnya saya meminta untuk dilakukan audiensi dengan tim PAK, itu ada 5 orang profesor. Kita beraudiensi dan akhirnya mereka bisa memahami dan kemudian bisa menerima,” tuturnya.
Kini, perjuangan itu berbuah manis bagi Yahya Ahmad Zein. Ilmunya bahkan telah diterapkan di UBT sebagai salah satu program andalan di fakultas hukum. Ia berharap ilmunya kelak menjadi bahan ajar pertama yang diterapkan di Indonesia.
“Saya berharap jadi bahan ajar pertama di Indonesia yang bicara berbatasan. Karena kita di fakultas hukum memang itu yang menjadi ciri khas kita dan itu yang membedakan kita dengan perguruan tinggi lain,” harapnya.
Sebenarnya, menurut Yahya Ahmad Zein, ilmu hukum perbatasan sudah ada, namun sifatnya parsial. Ditangannya, Yahya Ahmad Zein meneliti ilmu hukum perbatasan menjadi lebih komprehensif.
Misalnya, dicontohkan Yahya Zein, dosen hukum UBT yang konsentrasi terkait hukum pidana, bisa membahas terkait perdagangan orang di perbatasan. Sementara yang konsen terhadap hukum perdata, membahas bagaimana hukum perdagangan di perbatasan. Sedangkan hukum tata negara bicara soal kewenangan dan peraturan perundang-undangan. (jkr)
Discussion about this post