Oleh: Syamsuddin Arfah
Kajian: QS Ali-Imran 33 – 41: “Malam ini adalah malam-malam menjelang akhir Ramadan, puncak kesungguhan dalam beribadah, ketekunan dan keseriusan menjelang final untuk meraih ampunan Allah, berada pada rengkuhan kasih sayang dengan keindahan bermunajat kepada-Nya”.
Malam ini, adalah satu dari malam-malam menjelang akhir Ramadan. Kekhusyuan kita beribadah, kenikmatan dalam bermunajah dan keintiman dalam berdo’a terasa menyentuh sukma, mendalam menerpa sanubari, interaksi yang mendalam kepada sang Pencipta bagi yang beriman.
Ingin saya menghubungkan nuansa kental penuh ruhiyah ini dengan apa yang pernah dialami oleh Nabi Zakaria pada kekhusyuannya bermunajah dan berdo’a kepada Allah, dikisahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an-Surah Ali Imran: 33 – 41.
Surah ini bercerita dan mengangkat tentang keluarga hebat, keluarga terpilih yang dari mereka lahir generasi hebat, generasi besar pada zamannya, serta keluarga yang punya obsesi besar membangun peradaban, dia adalah keluarga Imran.
Keluarga yang diberkahi Allah, dari keluarga ini melahirkan seorang wanita suci dan shalihah, dia sabar, cerdas dan tangguh dialah Maryam, dari rahimnya lahirlah Nabi yang mulia, Nabi Isa AS. Kisah ini bermula dari nadzar istri Imran yang sedang mengandung.
Obesi dan cita-citanya kelak jika anak ini lahir, maka dia akan “berkhidmat” untuk mendedikasikan dirinya sebagai pelayan Baitul Maqdis, kemudian lahirlah seorang bayi perempuan namanya Maryam, dia kelak melahirkan seorang anak tanpa suami, Dialah Nabi Isa AS, “Allah melindungi Maryam dan Nabi Isa dari gangguan dan godaan syetan yang terkutuk”.
Pada Surah Ali-Imran ayat 36: Allah mengkisahkan bahwa, Imran dan istrinya ”berkeinginan” untuk memperoleh anak laki-laki, tetapi Allah memberkahi dan mengkaruniakan mereka dengan anak perempuan, dan dinamakanlah anak itu Maryam (Siti Maryam).
Ibrah pada ayat 36 ini adalah: “terkadang antara harapan dan keinginan berbeda realisasi dengan kenyataan yang didapatkan, tetapi yang perlu diyakini bahwa Allah sangat mengetahui apa yang terbaik untuk diperoleh oleh hambanya, karena Allah maha mengetahui yang belum terjadi, dan apa yang sedang terjadi serta apa yang akan terjadi. Ketsiqahan (kepercayaan dan keyakinan tanpa reserve) adalah modal untuk berhusnudzhon kepada Allah, Allah juga akan memberikan sesuai dengan prasangka baik hambanya kepada-Nya”.
Ali-Imran: 37,” Allah melanjutkan kisahnya, Maryam lahir, tumbuh besar dan berkembang dibawah asuhan Nabi Zakaria, seorang Nabi yang sudah bertahun-tahun lamanya bersabar dengan penuh kesabaran yang dalam, dikarenakan belum dikarunia keturunan, tetapi ia tidak berputus asa, sungguh, Zakaria mengajarkan kita tentang arti penting optimisme, pantang menyerah, terus berusaha dan berharap, itulah arti optmisme ada keyakinan ditengah harapan”.
Lalu ibrah apa yang bisa kita ambil pada ayat 37 ini? Maryam adalah anak cerdas dan shalihah, karena dididik dan diasuh oleh orang yang sangat shalih, dia adalah Zakaria. Itu artinya jika berkeinginan untuk punya generasi cerdas– shalih/salihah, maka orang tuanya juga kudu shalih dan shalihah. Jangan pernah berharap akan lahir generasi brilian yang shalih jika ayah dan ibunya serta yang menjadi pengasuhnya tidak shalih dan shalihah, kenapa demikian? Karena seorang anak butuh untuk Contoh, teladan serta panutan serta Pembiasaan (pembentukan karakter), serta iklim pengkondisian yang kondusif.
Ali- Imran ayat 37,” Allah melanjutkan ceritanya, menarik dari kisah Maryam adalah hari-harinya adalah hari-hari ketundukan kepada Allah di dalam Mihrab Baitul Maqdis, dan setiap kali Nabi Zakaria masuk Mihrab untuk menemui Maryam, Zakaria menemukan makanan yang selalu ada disisi Maryam.
Muh.Ali As-Shabuni dalam Shafwatu Tafasir menafsirkan, bahwa: “jika musim dingin didapati buah-buahan yang ada pada musim panas, dan jika musim panas malah didapati buah-buahan yang hanya ada pada musim dingin. Allahu Akbar.
Zakaria pun bertanya kepada Maryam, “Dari mana engkau memperoleh makanan ini?” dengan mantap Maryam pun menjawab: “aku peroleh semua ini datangnya dari Allah”.
Pelajaran apa yang bisa kita ambil pada pembahasan ayat di atas? Berusahalah dan berikhtiarlah, landasi semua itu dengan penuh keyakinan kepada Allah, untuk selanjutnya rejeki adalah karunianya yang pasti diberikan kepada hambanya. Allah tidak akan meninggalkan hambanya.
Pada Ali Imran ayat 38, 39, dan 40, Allah melanjutkan firmannya: “Setelah Zakaria tahu bahwa ini adalah sesuatu yang luar biasa, Ini adalah tempat luar biasa, ini adalah Mihrab, bukan sembarang Mihrab. “Hunalika da’a Zakaria Rabbah”.
Disanalah Zakaria mengangkat tangannya dan berdo’a, disanalah Zakaria tumpah ruahkan asanya, ditempat itulah Zakaria melayangkan pintanya kepada Tuhannya Maryam, Allah yang maha pemurah, Allah yang maha pengasih, Allah yang maha pendengar keluh kesah dari hamba.
Ditempat itulah Zakaria memohon agar Allah mengkaruniakannya keturunan, sesuatu yang didambakannya, sesuatu yang sangat diharapkannya, membuatnya sekian lama harus menanti dan menunggu dengan penuh kesabaran.
Usia Zakaria sudah sangat tua dan sepuh, istrinya juga sudah berusia 98 tahun, usia yang sangat tua bagi manusia, ditambah lagi sitrinya adalah seorang wanita mandul. Mihrab adalah momentum emas tempat Zakaria berkeluh kesah, tempat dia mengadu, serta tempat dia memohon, dan hasilnya Zakaria menemukan keajaiban, sesuatu yang dianggap mustahil, tidak mungkin bagi pandangan manusia, menjadi bisa bahkan sangat mudah bagi Allah, Allah mengkaruniakannya keturunan, Allah memberikannya seorang putra, bukan sembarang putra, anak yang shaleh bukan lagi sekedar shalih, kelak anak itu menjadi Nabi seperti ayahnya, dialah Yahya. Allahu Akbar..
Pelajaran tentang arti sebuah momentum, pesan tentang arti bergegas mengambil manfaat dari suatu kesempatan dan peluang, ibrah agar kita tidak menyia-nyiakan kesempatan dan momentum, Ramadhan ini wahai sahabat yang beriman “Hunalika da’a Zakariya rabbah…” Ramadhan karim adalah momentum emas yang Allah sediakan, cari, temukan dan ambil momentum emas itu, perkuatlah ibadah, mendekatlah kepada Allah, bermunajahlah wahai sahabatku, sejauh kebutuhan yang engkau inginkan dari Rabbmu, sebesar penuh harapmu kepada-Nya, angkat tanganmu, seberat beban yang engaku rasakan, tundukkan kepalamu serendah rasa malumu kepada-Nya, ketuk aras-Nya sebesar keajaiban yang ingin engaku [sa1] peroleh dari[sa2] -Nya..
Sahabat yang beriman, setiap masing-masing diri tentu ada masalah, ada problemnya, serta juga ada harapan, keinginan serta tuntututan, terkadang persoalan itu membelenggu diri, menyandra jiwa, dan menekan titik-titik yang terdalam dari perasaan kita, terkadang kita sudah berusaha secara maksimal, berikhtiar secara optimal, bersunguh-sungguh untuk mengurai dan keluar dari problem sesuai dengan kadar kemanusiaan kita, tetapi apapun dan siapapun kita adalah manusia dengan segala keterbatasan, penuh kekurangan, bahkan diliputi dengan kelemahan.
Sahabat yang beriman, hanya kepada Allah tempat kita mengadu, tempat kita bergantung, tempat kita memohon, tempat kita berseru..”Ya Rabbana, berikan kami momentum emas ini untuk kami optimalkan.
Ramadan adalah momentum emas yang engkau berikan kepada yang beriman. Ya Ilaahana berikan kami keajaiban seperti yang telah engkau berikan kepada Zakaria, Karunia keajaiban ditengah prediksi ketidakmungkinan dari manusia, dialah Yahya. Allahu Akbar.
Allahu a’lamu bis-shawab.
Discussion about this post