Oleh: Syamsuddin Arfah
Rekan saya berprofesi pengusaha kecil pernah diskusi ringan tentang kondisi perekonomian yang dirasakannya sulit pada tahun-tahun ini. Ternyata obrolan tentang ekonomi sulit menjadi topik diskusi saya dengan berbagai pengusaha kecil yang dampaknya di bulan Ramadan, sehingga konsentrasi dan kenikmatan beribadah harus ditukar dengan kerja keras. Bahkan mengabaikan atau mempertaruhkan kesehatan dirinya agar bisa surveive secara ekonomi. Menurut saya, inilah mental healty sebagai pengusaha kecil.
Beralih ke cerita lain, seorang ibu muda di bulan yang berkah ini juga ada menyampaikan curahan hatinya tentang kondisi rumah tangga yang tidak kondusif. Bahkan berimbas pada kehancuran rumah tangganya yang berada di ujung tanduk menuju perceraian. Kisah berbeda ada salah seorang konstituen menghubungi saya untuk mendapatkan kerjaan sebagai pembantu rumah tangga agar bisa menafkahi anaknya juga di bulan yang penuh berkah ini.
Di bulan Ramadan ini pada waktu yang berbeda saya mendengarkan obrolan beberapa guru swasta yang mendiskusikan gaji mereka yang tidak kunjung naik. Padahal sudah mengabdi belasan tahun.
Saat ini juga kita menyaksikan bangsa Indonesia di selimutin kekecewaan. Betapa tidak, ajang Piala Dunia U-20 yang sudah dinanti-nanti, batal. FIFA mencoret nama indonesia sebagai tuan ajang empat tahunan ini hanya dua bulan sebelum digelar.
Saudara-saudaraku yang beriman
Tanpa terasa kita sudah memasuki bahkan melewati sepuluh hari pertama kebersamaan dengan Ramadan. Hampir separuh waktu kita juga sudah berinteraksi dengan bulan yang dikenal dengan Syahrus Shabr. Karena pada bulan ini, umat Islam di latih untuk bersabar.
Menahan lapar adalah latihan bersabar. Menahan dahaga adalah latihan sabar. Menahan untuk tidak marah adalah latihan sabar. Menahan untuk tidak mengumpat adalah latihan kesabaran. Makan dan minum yang bersumberkan dari usaha yang halal serta berhubungan dengan istri yang halal di siang hari menjadi haram, semata-mata hanya tunduk dan patuh mencari ridha-Nya.
Adalah anugrah yang besar ketika seorang hamba menjumpai bulan Ramadan yang penuh berkah ini, karena ia memetik sekian banyak ibrah yang besar jika ia benar-benar memanfaatkan bulan yang agung untuk beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya.
Diantara dampak dan manfaat yang diperoleh adalah diraihnya kesabaran, baik dalam melakukan ketaatan kepada Allah, menjauhi kemaksiatan maupun di dalam menghadapi takdir Allah yang terasa berat dirasa oleh seorang hamba.
Sesungguhnya, kesabaran adalah asas yang terbesar bagi setiap akhlak yang indah dan bagi upaya menghindari akhlak yang hina. Dan sabar itu adalah menahan diri dari perkara yang tidak disukai oleh hawa nafsu dan menyelisihi seleranya, dalam rangka meraih ridho Allah dan pahalanya.
Sesungguhnya bulan Ramadan adalah madrasah yang agung dan bangunan (keimanan) yang tinggi, yang para hamba mengambil darinya banyak ibroh dan pelajaran bermanfaat yang mendidik jiwa dan meluruskannya pada bulan Ramadan ini dan sisa umur nya. Dan salah satu (pelajaran besar) yang diambil oleh orang-orang yang berpuasa di bulan yang agung dan musim yang di berkahi ini adalah membiasakan diri dan membawanya kepada kesabaran.
Oleh karena itu, terdapat dalam beberapa hadist, bahwa Nabi SAW mensifati bulan Ramadan dengan bulan “kesabaran”. Mari kita analisa sabda Nabi SAW, dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tuju-ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untu-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-KU. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika dia berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi”. (HR. Muslim)
Dari riwayat di atas disebutkan bahwa setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh karena itu, amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan.
Kenapa bisa demikian?
Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan, “Karena puasa adalah bagian dari kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah berfirman:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang di cukupkan pahala sabar nya tanpa batas.” (QS: Az-Zumar : 10) (dikutif dari buku: Lathaaiful Ma’arif)
Juga disebutkan dalam hadist riwayat Tirmizi bahwa puasa adalah bulannya orang bersabar. Namun redaksi hadist semacam ini dhoif (lemah).
Kekalahan kaum muslimin dalam perang uhud menyimpan hikmah yang luar biasa, bahwa wali-wali Allah tidak selamanya di tolong oleh Allah SWT. Akan tetapi harus diingat pula bahwa akibat atau akhir segala sesuatu berupa kebaikan di akhirat pasti diraih oleh wali-wali-Nya.
Apabila ada yang mengatakan: “Mengapa Allah membiarkan wali-wali-Nya kalah di hadapan musuh dan tidak menolong? Maka jawabnya firman Allah SWT: “Sungguh kalian akan diuji dengan kejelekan dan kebaikan sebagai fitnah.” (QS: Al-Anbiya: 35)
Bukankah Allah SWT menguji dengan kemiskinan, musibah, penyakit, dan kekalahan sebagai fitnah untuk mengetahui siapa diantara mereka yang bersabar dan siapa diantara mereka yang berkeluh kesah. Demikian pula Allah menguji mereka dengan harta, kebahagiaan, kesehatan, dan kemenangan agar diketahui siapa diantara mereka yang benar-benar bersyukur atau kufur nikmat.
Firman Allah pada surah Al-Anfal ayat 66 patut untuk menjadi renungan dan analisa buat kita:
“Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan jika diantaramu ada seribu orang, niscaya mereka akan mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Ketentuan jihad ditetapkan Allah ketika jumlah kaum Mu’min sepersepuluh dari jumlah pasukan musuh. Saat itu Allah berjanji akan menolong kaum Mu’min, sehingga setiap satu orang islam dapat menghadapi 10 orang musuh, berarti kapitalisasi satu orang mu’min yang sabar bisa di konversikan sama dengan 10 orang kekuatan musuh.
Akan tetapi sayangnya, lambat laun semangat dan keimanan mereka menurun sehingga Allah memberikan keringanan kepada mereka, yaitu setiap satu orang Islam diperintahkan hanya menghadapi 2 orang musuh, dan itu artinya kapitalisasi orang mu’min yang sabar dikonversikan dengan musuh berbanding 2 orang. Hal ini membuktikan bahwa jika keimanan dan kesabaran kaum muslimin melemah, kemampuan mereka pun menjadi seperlimanya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
- Dalam mengurus dan mengatur masyarakat, terkadang perubahan situasi dan kondisi mengharuskan seorang pemimpin untuk mengubah atau meringankan peraturan. Dengan kata lain, seorang pemimpin yang baik harus memahami kondisi masyarakatnya.
- Unsur utama kekalahan biasanya datangnya dari dalam, bukan dari luar. Dengan kata lain, bila iman dan kesabaran mengalami degradasi, akan terbuka pintu bagi musuh untuk mengalahkan kaum muslimin.
Firman Allah pada Al-Qur’an suarah Al-Baqarah: 249 sangat layat menarik perhatian dan analisa kita:
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Terdapat banyak rahasia yang tersembunyi dalam berbagai ayat al-Qur’an. Salah satu diantara rahasia-rahasia tersebut adalah tentang kesabaran. Allah memberikan kabar gembira bahwa orang-orang yang bersabar akan semakin kuat. Ingatlah bahwa semua kekuatan adalah milik Allah. Bahkan kekuatan orang yang menentang Allah sesungguhnya juga milik Allah.
Untuk melengkapi kesabaran berdasarkan pada Al-Baqarah: 247, di butuhkan prasyarat untuk memperoleh kesabaran. Yaitu selain yang pasti adalah keimanan yang menghunjam dalam hati, maka persyaratan lainnya adalah ilmu pengetahuan (knowledge) dan ketahanan tubuh (kekuatan fisik dan stamina).
Itu yang menjadi dasar dipilihnya Thalut menjadi pemimpin oleh Allah SWT, walaupun secara strata sosial Thalut adalah bukan kalangan bangsawan dan tidak memiliki harta, dan dari bangsa Israil menolaknya.
Itu artinya dari zaman dahulu cara pandang seseorang terhadap orang lainnya, adalah cara pandang pragmatis dan opurtunis dan itu tidaklah jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Tetapi karena kesabaran adalah merupakan “kekuatan” yang Allah berikan, maka yang menjadi pilar dan pondasi dari sabar itu adalah knowledge (ilmu pengetahuan) dan fisik yang prima.
Sebagai kesimpulan, jadi ketika Ramadhan di maknakan dengan “bulan kesabaran” bukan berarti bahwa kesabaran itu yang dimaksudkan adalah sekedar menahan diri dari makan dan minum di bulan Ramadhan saja, tetapi bahwa kualitas kemampuan untuk menghadapi tantangan beradaptasi dalam suasana atau situasi penuh dengan keterbatasan itu menjadi modal yang luar biasa bagi seseorang pasca-ramadhan untuk bisa berbuat lebih baik berlipat-lipat dibanding sebelumnya.
Allahu a’lamu bis-shawab.
Discussion about this post