TARAKAN – Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) XIII Laksamana Pertama TNI Fauzi S.E, M.M angkat bicara terkait sengketa lahan antara TNI AL dengan warga di lokasi Bumi Perkemahan Binalatoeng, Kelurahan Pantai Amal.
Lantamal XIII sendiri memberikan keterangan pers di markas komandonya, Jalan Sei Ngingitan, Kelurahan, Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur, Tarakan. Jumat (23/9/2022).
Dalam penjelasannya, pihak Lantamal XIII turut memperlihatkan bukti alas hak penguasaan tanah yang dimiliki sejak dulu hingga sekarang. Dijelaskan juga upaya pengawasan terhadap lahan yang diklaim aset negara tersebut.
Dari penjelasan Lantamal XIII, diperoleh keterangan bahwa lahan tersebut masih bagian dari aset negara yang dikelola oleh TNI AL.
Negara sendiri memperolehnya dari Belanda, yang didasari hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949. Ditindaklanjuti pada 27 Juli 1950 saat pembubaran tentara Belanda, aset-aset Belanda yang digunakan KNIL diserahterimakan kepada Indonesia, termasuk aset militer di Tarakan.
Adapun titik awal NI AL mengelola lahan tersebut setelah menerima penyerahan aset dari TNI Angkatan Darat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan yang diterbitkan pada tahun 1958.
Lahan yang diserahkan terbagi dari lapangan 1 hingga lapangan 9. Aset tersebut secara resmi diserahterimakan pada tahun 1961 melalui berita acara serah terima. TNI AL juga telah menandai batas-batas lahan dengan memasang patok batas.
Pihak TNI AL sendiri sempat memberikan kesempatan kepada 18 warga ketika itu untuk mengggarap lahan tersebut. Namun dengan perjanjian yang telah ditentukan. Sampai sekarang pun TNI AL masih menyimpan dokumen perjanjian tersebut.
Komandan Pangkalan Utama Laut (Lantamal) XIII Laksamana Pertama TNI Fauzi S.E, M.M mengakui alas hak yang dipegang TNI AL memang bukan hak milik, hanya penguasaan. Namun, TNI AL lebih lama menguasainya dibandingkan masyarakat, serta telah tercatat sebagai aset negara.
“Iya, benar, memang di Undang-Undang Agraria yang saya pegang ini ada. Hak milik itu beda dengan hak penguasaan. Jadi sama-sama tidak memiliki, tetapi menguasai. Penguasaan oleh TNI AL itu sejak tahun penyerahan dari Angkatan Darat, bahkan sudah dicatatkan dalam barang milik negara,” ujarnya kepada awak media.
Adapun lahan itu nantinya akan dibangun pangkalan Maritim Command Center (MCC). MCC sendiri merupakan tindaklanjut dari perjanjian tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Filipina, untuk menjaga wilayah perairan dalam rangka mempercepat pengamanan ekonomi melalui jalur laut.
Pangkalan MCC nanti akan dilengkapi dengan alat pendeteksi radar. Karena itu, dibutuhkan lokasi yang strategis. Dari hasil kajian yang dilakukan, lahan yang disengketakan dinilai lokasi tepat untuk pengembangan MCC.
“Kenapa spotnya diambil di sana? MCC ini akan dipasang radar. Spot radar yang view luas dan terbuka langsung ke arah Karang Unarang itu dapatnya di sana. Jadi tidak sembarangan, ini dasarnya kajian,” tuturnya kepada awak media.
Fauzi melanjutkan bahwa dari dulu di lahan itu tidak ada rumah warga, termasuk aset seperti pohon buah dan lain-lain. Justru setelah TNI AL melakukan peninjauan untuk pengembangan MCC, baru ditemukan pohon kelapa.
Fauzi juga menegaskan dalam proses penyelesaian sengketa ini, pihaknya tetap mengedepankan musyawarah. Di antaranya pernah mengundang warga yang mengklaim memiliki lahan itu untuk duduk satu mejadi di Mako Lantamal XIII, namun tidak datang.
Pihaknya juga menghadiri mediasi di DPRD Tarakan. Sayang, tidak ada solusinya. Sementara pembangunan MCC harus berjalan.
“Kita juga tidak ingin TNI AL ini menjauh dari masyarakat. Oleh karena itu proses-prosesnya kita jalani dengan baik,” ungkapnya.
Mengutip salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria, Fauzi menerangkan bahwa apabila lahan itu digunakan untuk kepentingan negara, sifatnya boleh. Terlebih jika lahan yang disengketakan itu milik negara dan sudah tercatat sebagai aset negara.
Ia menduga ada oknum masyarakat yang menjualnya ke warga. Namun, pihaknya tetap mengedepankan mediasi daripada proses proses hukum.
“Dia sudah memperjualbelikan. Sebenarnya kalau ini ditindaklanjuti dengan hukum, mereka sangat berbahaya. Karena memperjualbelikan aset milik negara, kecuali kalau mereka bisa membuktikan itu aset mereka,” ungkapnya.
Fauzi meminta seluruh warga agar mendukung kepentingan negara. Dibangunnya MCC dimaksudkan untuk mempermudah alur ekonomi melalui jalur laut di utara Indonesia yang dampaknya akan dirasakan juga warga Tarakan. (jkr)
Discussion about this post