TARAKAN – Kesempatan menghadiri rapat secara virtual dengan Kementerian Perhubungan membahas persoalan tol laut, dimanfaatkan Wakil Wali Kota Tarakan Effendhi Djuprianto untuk menyampaikan usulan untuk kemajuan Kalimantan Utara (Kaltara), khususnya Tarakan.
Mewakili Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan, Wakil Wali Kota Effendhi Djuprianto mengikuti webinar yang diinisasi Kementerian Perhubungan pada Kamis (10/6/2021).
Zoom meeting yang juga turut dihadiri Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, membahas optimalisasi penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut (tol laut) dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan serta Optimalisasi Tol Laut.
Kesempatan itu dimanfaatkan Wakil Wali Kota Effendhi Djuprianto memperjuangkan agar pelabuhan Malundung bisa menjadi akhir dari ekspor produk Indonesia ke wilayah Asia Tenggara.
Karena secara geofrafis dan sejarah, Tarakan sudah menjadi pelabuhan ekspor impor sejak jaman penjajahan Belanda, menjadi pintu masuk bangsa-bangsa lain ke Indonesia.
“Kami mengusulkan bahwa Malundung diperankan sebagai pintu akhir untuk tujuan ekspor, pintu tengah, sama seperti Batam,” ujar Effendhi Djuprianto, Jumat (11/6/2021).
Bahkan, mantan Ketua DPRD Tarakan ini menilai, Tarakan memiliki keunggulan dibandingkan Batam. Dimana alur pelayaran kawasan Indonesia bagian tengah atau ALKI II, tidak sepadat ALKI I. Sehingga memudahkan kapal-kapal dari Surabaya, Semarang, Bali dan sebagainya ke Asia Tenggara.
Usulan itu dinilainya sangat memungkinkan karena Tarakan didukung dengan pelabuhan Malundung yang sebenarnya sudah melakukan ekspor. Hanya saja volume kegiatannya yang masih kecil berupa ekspor produk plywood dari perusahaan perkayuan yang beroperasi di Tarakan.
Effendhi Djuprianto mengusulkan agar Pemerintah Pusat dapat membantu Tarakan dalam membangun kawasan minapolitan. Agar hasilnya nanti bisa diekspor juga selain hasil kehutanan.
Ini didukung dengan potensi sumber daya perikanan dan kelautan di kawasan 4 mil hingga 12 mil yang belum digarap maksimal oleh nelayan asal Kaltara.
“Belum ada nelayan-nelayan nangkap ikan di wilayah itu. Kalaupun ada itu dari kapal-kapal ikan yang dari Jawa yang memakan waktu kurang lebih tiga bulan,” tuturnya.
Untuk mewujudkan usulan itu dan memadukan dengan program tol laut, menurut Effendhi Djuprianto, harus ada regulasi yang menetapkan Tarakan harus dibangun menjadi kota pelabuhan seperti Batam.
Sementara itu, Effendhi Djuprianto juga akan petunjuk dari Gubernur Kaltara terkait regulasi yang berkaitan dengan penerbitan surat asal barang hasil hutan rakyat yang sepengetahuannya sudah di Perdakan saat ia masih menjadi anggota DPRD Tarakan. Hal ini ada kaitannya dengan pemanfaatan limbah hutan yang menurutnya masih bisa dimanfaatkan mengisi tol laut.
Karena memang ada persoalan terkait penerapan tol laut di daerah perbatasan seperti di Kaltara. Di mana kapal yang datang dengan membawa barang, kembali ke Jawa tanpa muatan.
“Kami membuat surat ke pak gubernur agar supaya limbah-limbah kita itu menjadi legal, dan ini menjadi potensi yang bisa mendapatkan uang masuk ke Kaltara. Pelabuhannya di Tarakan,” tuturnya.
Hasil dari pertemuan webinar ini akan dilaporkan Effendhi Djuprianto kepada Wali Kota Tarakan untuk memberikan masukkan serta Gubernur Kaltara. Karena penerapannya tergantung dari kiat-kita kepala daerah. (jkr)
Discussion about this post