NUNUKAN — Petani rumput laut di Kalimantan Utara, khususnya di Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan, diminta untuk terus meningkatkan kualitas hasil panen agar komoditas unggulan daerah ini tetap memiliki daya saing di pasar ekspor.
Anggota DPRD Kalimantan Utara dari daerah pemilihan (Dapil) Nunukan, H. Ladullah, menegaskan kualitas menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas harga rumput laut.
Menurutnya, jika petani bisa menghasilkan produk yang bersih dan kering sempurna, maka nilai jualnya akan lebih tinggi dan tidak mudah dipermainkan oleh tengkulak.
“Kalau kita mau harga bagus, maka kualitas harus dijaga. Rumput laut jangan terlalu cepat dipanen, proses pengeringannya juga harus betul-betul diperhatikan, jangan asal kering,” ujarnya saat ditemui di Tarakan, Kamis (13/11/2025).
Ia menjelaskan, banyak petani di lapangan yang masih terburu-buru memanen karena kebutuhan ekonomi mendesak. Akibatnya, rumput laut dijual dalam kondisi belum kering sempurna, bahkan masih tercampur kotoran dan sampah laut. Hal itu membuat harga jualnya anjlok di tingkat pengumpul.
“Kadang petani mau cepat dijual, tapi tidak sadar kalau itu justru merugikan mereka sendiri. Rumput laut yang kotor dan setengah kering tidak akan laku mahal, karena kualitasnya sudah turun,” jelasnya.
Selain persoalan kualitas, Ladullah juga menyoroti masih terbatasnya pasar tujuan ekspor rumput laut dari Kaltara. Selama ini, sebagian
besar hasil panen dikirim ke satu negara, yaitu Tiongkok.
Ketergantungan pada satu pasar inilah yang membuat harga mudah fluktuatif.
“Pemerintah daerah perlu ikut mencari pasar lain di luar negeri. Jangan hanya bergantung pada satu negara saja, supaya petani punya banyak opsi dan harga bisa lebih stabil,” katanya.
Ia menyebut, peluang pasar sebenarnya terbuka luas jika kualitas produk terus ditingkatkan. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah dan petani sangat diperlukan.
Pemerintah, kata dia, bisa membantu lewat pelatihan teknis, penyediaan sarana pengeringan, hingga dukungan logistik dan akses distribusi yang lebih baik.
“Petani sudah bekerja keras di laut, jadi tugas pemerintah membantu dari sisi pendampingan dan fasilitas. Kalau dua-duanya berjalan seimbang, rumput laut kita bisa bersaing dengan daerah lain,” ungkapnya.
Ladullah menambahkan, potensi rumput laut di Kaltara sebenarnya sangat besar. Dengan masa tanam hingga panen yang relatif singkat, sekitar 40 hari maka komoditas ini menjadi tumpuan banyak keluarga pesisir.
Namun rendahnya harga belakangan ini membuat sebagian petani enggan menurunkan tali bibit baru.
“Kalau harga rendah, banyak petani menahan diri untuk tidak menanam. Mereka takut rugi, apalagi biaya operasional juga tinggi. Padahal kalau kualitasnya bagus dan pasarnya jelas, petani pasti semangat lagi menanam,” ujarnya.
Ia berharap, pemerintah daerah bisa melihat kondisi ini secara serius dan menjadikannya prioritas dalam program pembangunan ekonomi berbasis potensi lokal.
“Rumput laut ini bukan sekadar hasil laut biasa. Ini sumber penghidupan ribuan keluarga di pesisir. Kalau kita perkuat dari hulu, mulai dari kualitas sampai pemasaran dan hasilnya akan terasa langsung bagi masyarakat,” tutupnya. (ADV)
















Discussion about this post