TARAKAN – Sambungan PDAM gratis menjadi salah satu program yang diusung Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan di bawah kepemimpinan Khairul dan Effendhi Djuprianto.
Sampai dengan tahun ini, realisasi sambungan PDAM gratis sudah hampir menyentuh angka 10 ribu sambungan atau mendekati 100 persen dari target 10 ribu sambungan gratis.
“Semenjak kami masuk di PDAM ini, sekarang sudah terpasang itu 9.600 lebih sambungan rumah gratis, artinya sudah 96 persen tercapai,” ujar Direktur PDAM Tirta Alam Tarakan Iwan Setiawan Selasa (16/2/2021) pekan lalu.
Realiasi sambungan PDAM gratis itu ikut membantu tercapainya target Pemkot Tarakan dalam skala lebih luas, yakni pemasangan sambungan baru.
Dari amanat Wali Kota Tarakan yang ia dengar, ditargetkan hingga akhir kepemimpinannya bisa terpasang 18 ribu sambungan baru. Yang sudah terealiasi saat ini 10.200 sambungan. Berasal dari sambungan PDAM gratis sebanyak 9.600 sambungan, ditambah sambungan reguler (berbayar) sebanyak 600 sambungan.
Dengan demikian, menurut perhitungan Iwan Setiawan, masih tersisa sekira 7.800 sambungan yang harus direalisasikan di sisa jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tarakan.
Tahun ini, dibeberkan lebih lanjut, Tarakan mendapatkan tambahan 2 ribu sambungan MBR gratis. Sehingga diperkirakan masih kurang sekira 5 ribu sambungan lagi untuk memenuhi target wali kota.
“Kalau janji politik sudah melebihi target yang 10 ribu. Nanti 2021 sudah melebihi target. Karena kita dapat lagi 2 ribu. Sudah 106 persen kita terpenuhi dalam 2021. Tapi pak wali itu berharap bahwa di akhir masa jabatan dia sudah terpasang cakupan pelayanan itu 95 persen. Ini yang akan kita kebut nanti, artinya janji politik itu tuntas di 2021 walaupun seharusnya tuntas di 2024,” tuturnya.
Dengan bertambahnya jumlah pelanggan dampak sambungan baru, berdampak pada pasokan air baku lebih banyak agar tidak terjadi krisis. Terkait hal itu, Iwan Setiawan menilai ada tiga cara yang bisa dilakukan.
Pertama adalah dengan mengambil sumber air permukaan melalui pengeboran tanah. Akan tetapi cara ini dinilainya memiliki risiko, dimana bisa terjadi penurunan permukaan tanah.
Cara lain adalah mengubah air laut menjadi air tawar. Akan tetapi cara ini membutuhkan biaya mahal. Dimana perkubik dibutuhkan anggaran Rp 16 hingga Rp 18 ribu untuk biaya pengolahan.
Cara ketiga adalah mengambil air di daratan Kalimantan, dalam hal ini mengambil di Sekatak. Cara ini dinilai lebih pas dilakukan.
“Mau tidak mau ya harus kita hidupkan. Memang kita harus rajin berbicara ke pusat, memang harus perhatian pusat,” tuturnya. (jkr-1)
Discussion about this post