JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia (DPD RI) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) Hasan Basri SH, MH, mendesak agar pencemar lingkungan yang telah mengakibatkan terganggunya ekosistem di sepanjang sungai Kabupaten Malinau, Kaltara, diberi sanksi tegas.
Adanya keluhan masyarakat terkait kerusakan ekologis yang berdampak sistemik di Kabupaten Malinau, mendorong pimpinan Komite II DPD RI ini bereaksi keras. Hal ini menyusul adanya dugaan praktik nakal sejumlah perusahaan yang beroperasi di sana.
Dikabarkan bahwa kolam penampungan limbah milik perusahaan tambang batubara, PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) di Desa Langap, Kecamatan Malinau Selatan, jebol pada Minggu (7/2/2021) lalu. Air limbah pun langsung mengalir ke sungai di sekitar Malinau.
Setidaknya sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Malinau terdampak dari kejadian tersebut. Di antaranya di sekitar Desa Loreh, Langap, Gongsolok, Batu Kajang, Setarap, Setulang, dan Setabun Lindung Keminci.
“Per hari ini saya telah bersurat secara resmi kepada Kementerian ESDM, Kementerian LHK serta kepada Bapak Kapolri agar menaruh perhatian terhadap persoalan ini,” tegas Hasan Basri dalam rilisnya yang diterima jendelakaltara.co, Kamis (11/2/2021).
Menurutnya, dampak ekologis akan semakin serius jika pemerintah mengabaikan dan tidak segera mengambil langkah-langkah tegas. Untuk itu, sebagai anggota DPD RI perwakilan Kaltara, Hasan Basri merasa memiliki tanggung jawab untuk mendesak kepada segenap pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah cepat dan terukur.
“Kita menyadari bahwa persoalan ekologis berkaitan erat dengan ruang hidup rakyat. Tidak boleh ada korporasi yang seenaknya merebut ruang hidup itu,” ungkapnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009) diamanatkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut dalam Pasal 119 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU 4/2009 (UU 3/2020) dijelaskan bahwa jika pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta ketentuan peraturan perundang-undangan, maka Menteri dapat mencabut IUP atau IUPK tersebut.
Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Masyarakat juga berhak mengajukan gugatan melalui pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan. Ketentuan ini diatur secara jelas dalam Pasal 145 UU 3/2020.
HB menekankan kepada pihak yang berwenang untuk tidak segan-segan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada siapa saja termasuk korporasi yang melakukan praktik curang sehingga berakibat pada kerusakan ekologis di Malinau. (sumber: Tim Hasan Basri)
Discussion about this post