TARAKAN – Kelangkaan kayu terjadi di kota Tarakan. Itu diketahui dari rapat yang digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan di ruang Imbaya, Kantor Wali Kota Tarakan, Senin (8/5/2023).
Wakil Wali Kota Tarakan, Effendhi Djuprianto menjelaskan, dari hasil rapat tersebut diketahui stok kayu di pengecer saat ini hanya tersisa 3 meter kubik.
Kelangkaan tersebut sudah terjadi lima bulan terakhir. Padahal, stok kayu sebelum terjadi kelangkaan, bisa mencapai 3 ribu – 4 ribu meter kubik.
Dengan mempertimbangkan gerak pembangunan di Tarakan baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat, Pemkot Tarakan mengusulkan kepada Pemprov Kaltara untuk segera diambil kebijakan guna menyelesaikan persoalan tersebut. Karena kewenangan dalam pengelolaan hutan ada di tangan Pemprov Kaltara.
“Kesimpulannya kita minta segera mungkin kelangkaan kayu ini ada kebijakan. Jadi kami mengusulkan ke Pak Gubernur melalui Asisten II agar segera ada rapat koordinasi, ada kebijakan-kebijakan yang bisa kembali pulihnya kesediaan ini,” ujar Effendhi Djuprianto kepada awak media, ditemui usai rapat.
Menurutnya, karakteristik kota Tarakan tidak sama seperti daerah lainnnya yang mudah mengangkut kayu hanya dengan kendaraan mobil. Sedangkan Tarakan yang merupakan daerah pulau, harus mengangkut kayu berkubik-kubik melalui laut dan sesuai aturan yang ada. Jika tidak, akan dianggap illegal logging.
Disinggung penyebab kelangkaan kayu, Effendhi Djuprianto hanya menilai bahwa sebelum itu terjadi, ada kebijakan yang diberikan sehingga bisa mendatangkan kayu ke Tarakan.
Namun, lima bulan terakhir, kebijakan tersebut diperketat sehingga dilakukan penertiban dari aparat terkait. Namun dampaknya kebutuhan masyarakat akan kayu sebagai salah satu bahan baku dalam membuat bangunan, tidak terpenuhi. Padahal, informasi yang diperoleh, sumber kayu bukan diambil dari hutan lindung atau hutan produksi.
Effendhi Djuprianto mengakui, dari rapat tersebut, Dinas Kehutanan Kaltara juga menyarankan agar pengecer dapat menghubungi perusahaan pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH) agar dapat memenuhi kebutuhan kayu lokal.
Namun, dari keterangan pengecer, ternyata pemegang HPH juga tidak mempunyai stok untuk memenuhi kebutuhan lokal. Di sisi lain, persoalan harga juga menjadi kendala bagi pengecer untuk mendatangkan kayu.
Effendhi Djuprianto berharap, kondisi kelangkaan kayu ini bisa normal kembali pada minggu ini. Karena itu, sebagai solusi jangka pendek, ia meminta Pemprov Kaltara dapat menindaklanjuti dengan melakukan rapat Forkopimda Kaltara untuk membahas persoalan ini.
Sedangkan dalam jangka menengah, ia berharap dibuatkan Peraturan Gubernur (Pergub) dan jangka panjangnya diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) untuk mengakomodir kebutuhan lokal. Jika tidak dilakukan, Effendhi Djuprianto khawatir akan terjadi gejolak di masyarakat. (jkr)
Discussion about this post