TARAKAN – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Birokrasi dan Reformasi (Kemenpan-RB) berencana menghapus tenaga honorer atau tenaga kontrak di pemerintahan maupun di lembaga pendidikan, mulai tahun 2023.
Rencana ini disikapi Forum Honorer Kota Tarakan dengan melakukan pertemuan bersama anggotanya di Taman Oval Markoni, Tarakan Tengah, Senin (13/6/2022), untuk menyatukan persepsi.
“Kami sama teman-teman ini kumpul untuk satukan suara, nanti ketemu dengan pak wali selaku orangtua kami di Tarakan. Jadi beliau biar tahu keluh kesahnya teman-teman honorer seperti apa,” ujar Ketua Forum Tenaga Honorer Tarakan Rahmat Hidayat kepada awak media, ditemui disela pertemuan.
Rahmat Hidayat berharap, regulasi yang diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan sebagai solusi nanti, bisa menguntungkan bagi tenaga honorer.
Karena untuk bidang pendidikan yang meliputi tenaga pendidik atau guru maupun tenaga kependidikan seperti staf Tata Usaha (TU) dan lain-lain, ada yang telah bekerja belasan tahun.
“Di Oktober 2023 kan sudah tidak ada honor lagi. Jadi diapakan itu? Teman-teman kasihan ada yang sudah mengabdi 13 tahun, 16 tahun, sudah ada, tapi belum diangkat-angkat. Tapi kalau ujung-ujungnya langsung, ya mohon maaf, ada pemecatan atau bagaimana, kasihan juga teman-teman,” ungkapnya.
Menurut Rahmat Hidayat, rencana Pemerintah Pusat itu punya nilai positif dan negatifnya. Keresahan muncul jika Pemkot Tarakan tidak membuka kuota Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebanyak-banyaknya. Sedangkan Pemerintah Pusat mengarahkan Pemerintah Daerah membuka penerimaan sebanyak-banyaknya.
Seingatnya, tahun 2021 hanya dibuka 3 formasi penerimaan PPPK, setelah pihaknya terlebihdulu melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan.
Jika arahan Pemerintah Pusat itu dilaksanakan Pemkot Tarakan, ia bersyukur dan menganggap hal itu sebagai solusi tepat atas rencana penghapusan tenaga honorer.
Sedangkan jika dialihkan menjadi tenaga outsorching yang digaji pihak ketiga, dinilainya juga tidak tepat. Karena guru memiliki jam kerja yang berbeda. Kecuali tenaga Tata Usaha (TU) ataupun clening service yang memiliki jam kerja yang jelas.
“Kalau kota (Pemkot Tarakan) itu membuka sebanyak-banyaknya, teman-teman yang ada di Tarakan punya kesempatan untuk ikut tes, saya kira Alhamdulillah, malah menjadi rasa terima kasih dan senang sekali,” tuturnya.
Sistem penggajian bagi tenaga PPPK, menurut Rahmat Hidayat, juga sudah jelas, yakni bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang ditransfer ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang masuk ke dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Kuncinya cuma satu saja, mohon dibuka sebanyak-banyaknya formasi di Tarakan. Kasihan teman-teman banyak sudah mengabdi sekian tahun. Kalau masalah nanti bicara lulus atau tidaknya, ya biarlah berjalan dulu prosesnya. Kalau memang tidak lulus, ya memang itu kami terima,” ungkapnya.
Ia menilai, Wali Kota Tarakan juga mungkin tidak menginginkan adanya penghapusan tenaga honorer. Karena dampak sosialnya cukup besar. Karena sepengetahuannya, di SD dan SMP, kebanyakan guru honorer daripada tenaga kependidikan berstatus ASN. (jkr)
Discussion about this post