TARAKAN – Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) menjadi momentum bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan untuk menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) serta berhenti merokok dalam rangka menjaga kesehatan.
Wali Kota Tarakan dr. H. Khairul M.Kes turut menyampaikan sambutannya pada peringatan HTTS tingkat Provinsi Kalimantan Utara di Gedung Wanita Tarakan, Senin (31/5/2021).
Wali Kota menyampaikan bahwa disamping Covid-19 yang saat ini dalam perhatian khusus, terdapat fenomena peningkatan penyakit tidak menular yang tidak boleh diabaikan.
Banyak masyarakat usia muda menderita penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh pola hidup yang tidak sehat, termasuk merokok.
“Yang lebih miris lagi, merokok dimulai oleh anak usia sekolah, termasuk perempuan, bukan hanya laki-laki,” kata Wali Kota dalam sambutannya.
Ia mengungkapkan kekhawatirannya penyakit tidak menular sebagai akibat merokok ini nantinya akan semakin meningkat akibat jumlah perokok yang meningkat.
Bahkan ditengah pandemi Covid-19, jumlah perokok hingga Oktober 2020 lalu masih mengalami kenaikan secara persentase walaupun volume konsumsi relatif turun.
Kaum Ibu dan anak-anak juga banyak menjadi korban perokok pasif, akibat interaksi di tempat kerja dan di rumah.
“Pertama, jangan siapkan asbak di rumah, yang kedua, orang tua jangan beri contoh untuk merokok ke anak-anak,” pesan Wali Kota kepada tamu yang mayoritas dihadiri kaum ibu.
Di kesempatan yang sama, Wali Kota mengajak warga masyarakat untuk semakin menggalakkan GERMAS. Pemkot Tarakan terus berkomitmen untuk memajukan sektor kesehatan.
Walaupun dalam kondisi pandemi, berbagai indikator pembangunan manusia di bidang kesehatan masih terus meningkat. Seperti angka harapan hidup di Kota Tarakan yang sejauh ini masih tertinggi di Kaltara dan berada jauh di atas rata-rata nasional. Pembiayaan kesehatan sekarang ini bahkan menempati porsi 28 persen dalam APBD.
Sementara itu, dari pemaparan Koordinator Penyakit Paru Kronik Ditjen P2PTM Kementerian Kesehatan dr. Aries Hamzah MKM, Indonesia saat ini dalam kategori darurat rokok.
Pasalnya, Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan prevalensi atau peningkatan perokok di Indonesia sangat tinggi di dunia, di bawah China dan India.
“Indonesia sebagai negara ketiga, bukan karena kebaikan tapi justru karena keburukannya yaitu perokok kita terbanyak setelah China, India baru Indonesia,” ujar Aries Hamzah MKM.
Dijelaskanya bahwa merokok menjadi salah satu faktor risiko penyakit tidak menular yang sulit disembuhkan seperti kanker dan lain-lain.
Merokok juga berpengaruh terhadap kejadian stunting atau kekerdilan pada anak akibat kurangnya asupan kalori protein serta merusak prefrontal cortex yang berfungsi untuk tingkat kecerdasan emosial. Sehingga para perokok cenderung lebih emosional.
Merokok juga adalah faktor risiko utama meningkatkan risiko terinveksi Covid-19 dan memperberat inveksi Covid-19.
“Perokok itu lebih rentan terhadap infeksi virus Covid-19 yang 14 kali, dan kalau dia sampai terinfeksi dan masuk rumah sakit, dia lebih butuh ICU dan ventilator 2 kali lebih banyak daripada orang yang tidak merokok. Ini bahaya sekali, jadi kalau ada orang yang merasa bahwa merokok itu sakti, bisa mengusir covid dengan asapnya, sangat naif,” tuturnya. (Prokopimda Tarakan/jkr)
Discussion about this post