TARAKAN – Banyak orang beranggapan mengidap penyakit asma memiliki mitos. Bagaimana tanggapan dari kaca mata kedokteran? Sebelum membahas terkait hal itu, terlebih dulu kenali penyakit asma.
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau kesulitan bernapas.
Penyebab penyakit asma, menurut dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daeah (RSUD) Tarakan dr. Nila Kartika Ratna Sp.P, disebabkan alergi.
“Penyakit asma itu merupakan penyakit yang dasarnya alergi. Bisa macam-macam, setiap orang beda-beda. Ada yang alerginya terhadap makanan, alerginya terhadap cuaca dingin, debu, kapas, serbuk dan lain-lain. Setiap orang itu beda-beda pencetus atau yang menimbulkan serangan asma,” ujar Nila Kartika Ratna kepada awak media, ditemui saat menjadi narasumber talkshow kesehatan dengan tema “Mendobrak Mitos Seputar Penyakit Asma” di RSUD Tarakan, Kamis (6/5/2021).
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit asma, menurut lulusan S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, penderita bisa kesulitan bernafas.
Dalam kondisi ringan atau sedang, penyakit ini tidak terlalu berbahaya. Akan tetapi jika sudah kondisi berat, bisa mengakibatkan kematian karena dapat mempersempit saluran oksigen sehingga kesulitan bernafas. Asma bisa diderita semua golongan usia, baik muda maupun tua.
Sejauh yang diketahui dr. Nila Kartika Ratna, penyakit asma tidak bisa disembuhkan karena merupakan penyakit seumur hidup. Namun penderita bisa mengontrolnya dengan menggunakan obat pengontrol dan pelega secara rutin.
Untuk mencegah kambuhnya penyakit asma, dr. Nila menyarankan penderita dapat menghindari pencetusnya. Misal jika asmanya dipicu alegri debu, dapat menghindari penggunaan kasur dan bantal kapuk, menggantinya dengan bahan dari busa. Sementara seprei bisa diganti seminggu sekali.
Demikian juga jika menggunakan karpet maupun sofa, agar rutin dibersihkan. Bahkan jika perlu, dr. Nila menyarankan tidak menggunakan karpet karena tempatnya debu. Hindari juga penggunaan kipas angin karena bisa menerbangkan debu. Atau pada saat menyapu, menggunakan masker agar tidak menghirup debu yang beterbangan.
Olahraga juga tetap dianjurkan untuk dilakukan. Namun berupa olahraga ringan seperti berenang, senam atau jalan pagi. Selain itu, pemenuhan gizi yang cukup juga dianjurkan untuk dipenuhi.
Untuk mengetahui penyakit asmanya terkendali, penderita bisa mengevaluasi diri sendiri. Misalnya dalam empat minggu terakhir, apakah masih suka terbangun malam karena sesak nafas? Jika terkendali, mestinya tidak ada lagi gangguan ketika tidur.
Evaluasi juga bisa dilakukan pada siang hari. Apakah masih merasakan gejala sesak nafas pada saat kerja yang mengharuskan menggunakan obat semprot. Jika masih merasakan, berarti belum terkendali.
Evaluasi juga bisa dilihat dari penggunaan obat semprot. Pada umumnya ada dua jenis obat untuk meredakan asma. Yakni obat pelega dan obat pengontrol. Untuk kategori sedang bisa menggunakan obat semprot yang berfungsi untuk pelega. Namun jika sudah kondisi berat, wajib pakai obat pengontrol.
Jika penggunaan obatnya sudah jarang digunakan semisal hanya dua kali seminggu, berarti sudah terkendali. Sebaliknya jika digunakan hampir setiap hari, artinya asmanya belum terkendali.
Menurut dr. Nila, penyakit asma harus dikendalikan. Karena jika pada dewasa, bisa menganggu aktivitas sehari-hari. Bahkan jika sudah kategori berat, berjalan pun terasa kesulitan. Sementara pada anak, akan mengganggu tidur, aktivitas bermain hingga tumbuh kembangnya.
Pada ibu, penderita penyakit asma boleh hamil dan melahirkan, asal asmanya terkendali dengan cara menggunakan obat-obatan asma. Ia menjamin obat asma aman untuk janin karena langsung ke paru dan tidak mempengaruhi janin.
Lalu, apa saja mitos yang beredar di masyarakat seputar penyakit asma? Menurut dokter yang mengambil spesialis parunya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, dari data yang dikumpulkan Kemenkes, ada yang beranggapan bahwa penyakit asma bisa sembuh dengan minum obat.
Namun dari kacamata kedokteran yang ia ketahui, sebenarnya tidak sembuh, hanya saja gejalanya berkurang atau hilang. Suatu saat jika penderita bertemu lagi dengan faktor pencetusnya, akan muncul lagi.
Oleh karena itu, dr. Nila menekankan yang sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah menghindari faktor pencetus yang bisa membuat asmanya kambuh.
“Jangan mentang-mentang saya sudah setahunan enggak pernah serangan berarti asmanya sembuh, terus enggak jaga makanan, atau misalnya enggak menghindari faktor pencetus, berarti nanti ketika ketemu lagi faktor pencetusnya bisa serangan lagi,” tuturnya.
Mitos selanjutnya, ada anggapan penderita penyakit asma ketergantungan dengan obat inhealer? dr. Nila menegaskan tidak. Karena tidak ada kandungan obat yang berbahaya di dalamnya. Justru memang harus dipakai setiap hari agar peradangan bisa berkurang. Karena peradangan asma tidak akan selesai dalam satu atau dua hari saja, tapi penyakitnya akan ada terus.
Mitos lainnya juga, ada yang beranggapan asma bukan penyakit paru. Padahal di bidang kedokteran, asma merupakan salah satu penyakit paru.
“Sebenarnya kan banyak penyakit paru. Ada asma, ada TBC, ada kanker paru, ada infeksi paru, paru-paru basah. Ini sebenarnya bagian dari penyakit paru juga, Cuma memang bukan penyakit yang disebabkan kuman atau bakteri, penyebabnya adalah elergi,” tuturnya.
Mitos selanjutnya, orang sesak sebaiknya berbaring saja. Menurut dr. Nila, langkah itu salah. Yang bagus justru duduk dengan posisi duduk pengembangan badan baik ke depan maupun belakang akan lebih mudah. Sehingga sesaknya lebih cepat berkurang.
Berikutnya, jika orangtua mengidap penyakit asma, anaknya juga akan terjangkit. Anggapan itu belum tentu. Menurut dr. Nila, meskipun penyakit asma memilki memiliki faktor genetik, namun yang diturunkan bukan penyakit asmanya, tapi sifat alerginya.
“Kalau misalnya kebetulan alergi tapi alerginya kenanya ke pernafasan jadinya asma. Kalau alerginya kenanya di kulit jadinya kata orang biduran. Kalau alergi tapi kenanya di hidung jadinya namanya rhinitis,” tuturnya.
Mitos lainnnya, jika pengidap asma tidak boleh berada di tempat lembab. Menurut dr. Nila bukan tempatnya yang menyebabkan asmanya kambuh, akan tetapi karena suhunya.
Mitos berikutnya, orang penderita asma tidak boleh berolahraga. Bagi dr. Nila, anggapan itu salah. Justru orang asma harus berolahraga namun dengan metode ringan. Seperti berenang, berjalan kaki atau senam. Itu dimaksudkan untuk melatih paru-paru. Penderita asma juga tidak boleh obesitas atau gemuk, karena menambah sesak karena beban yang dibawanya. (jkr-1)
Discussion about this post