TARAKAN – Pertumbuhan ekonomi Tarakan tahun 2020 terkontraksi lebih rendah dibandingkan nasional, yaitu sebesar 0,78 persen (yoy), sedangkan nasional terkontraksi sebesar 2,07 (yoy).
Namun, pertumbuhan ekonomi Tarakan pada 2021, diproyeksi dapat tumbuh positif serta lebih baik jika dibandingkan 2020.
Demikian disampaikan Kepala Kantor Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Yufrizal terhadap prakiraan pertumbuhan ekonomi Tarakan tahun ini.
Namun, Yufrizal menilai, prakiraan ini dapat terwujud apabila didukung keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan vaksinasi Covid-19.
“Prakiraan ini tentunya harus didukung oleh keberlanjutan dan keberhasilan upaya pemerintah dalam melakukan proses vaksinasi tahap I yang sudah dimulai sejak awal Februari lalu dan vaksinasi tahap II yang telah dimulai sejak 5 Maret 2021,” tuturnya.
Dengan berhasilnya program vaksinasi ini, diharapkan akan mampu meningkatkan mobilitas masyarakat yang kemudian berimplikasi pada tingkat ekspektasi konsumsi masyarakat termasuk untuk kalangan menengah-atas.
Optimisme ini juga didukung oleh external demand yang terus membaik, khususnya dari negara-negara advanced market dan negara mitra dagang Tarakan seperti Jepang dan Amerika yang secara perlahan mengalami perbaikan.
Dalam rangka mendukung perekonomian 2021, pemerintah juga akan terus melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan infrastruktur yang dipercaya memiliki multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi nasional termasuk Tarakan.
Selain pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta lembaga pemerintah lain juga turut memberikan berbagai stimulus untuk kembali menggairahkan perekonomian.
Diantara stimulus terbaru yang diberikan oleh BI yakni dengan melonggarkan ketentuan uang muka (down payment/DP) kredit/pembiayaan kendaraan bermotor dan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti.
Keputusan BI melonggarkan DP kendaraan bermotor merupakan jawaban atas langkah pemerintah memangkas pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor berkapasitas mesin 1.500cc ke bawah dengan kandungan lokal minimal 70 persen.
Bersamaan dengan itu, OJK turut merelaksasi ketentuan kredit dan pembiayaan melalui penurunan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) yang dikaitkan dengan LTV rasio, profil risiko, dan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
Kebijakan tersebut berlaku bagi kendaraan bermotor, rumah tinggal, dan sektor kesehatan yang ditujukan untuk menggerakan konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat kalangan menengah-atas, yang tertahan sebagai dampak pandemi di sepanjang 2020 dan awal tahun 2021 ini.
Tak hanya itu, langkah BI sebagai institusi yang notabene menjadi otoritas moneter justru terus berupaya aktif dalam mendorong dan mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai penyangga perekonomian saat ini.
Beberapa upaya tersebut yang dapat kita lihat seperti pengembangan ekosistem ekonomi keuangan digital yang inklusif dan efisien, dengan target utama UMKM, dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi termasuk Gernas Bangga Buatan Indonesia (BBI) dan Gernas Berwisata Indonesia (GWBI).
“Namun, semua langkah tadi tentunya tak mungkin bisa optimal tanpa adanya sinergi dan koordinasi dari seluruh pemangku kepentingan maupun masyarakat sendiri, termasuk pelaku usaha, asosiasi, pemerintah baik pusat dan daerah, serta lembaga-lembaga vertikal seperti BI, OJK maupun LPS. Karena pada akhirnya, semua berpulang pada tingkat partisipasi dan dukungan aktif dari seluruh lapisan yang ada,” pungkasnya. (jkr-1)
Discussion about this post