TARAKAN – Hasil intensifikasi Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Tarakan masih menemukan produk pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK).
Di momentum Natal 2022 dan menyambut Tahun Baru 2023, BPOM di Tarakan bersama stakeholder terkait melakukan intensifikasi pengawasan terhadap produk pangan di Kalimantan Utara (Kaltara).
Kegiatan dilakukan periode Desember 2022. Meliputi tahap pertama di Tarakan dan Nunukan, tahap kedua di Tarakan, tahap ketiga di Bulungan dan tahap keempat di Bulungan, Kabupaten Tana Tidung (KTT) dan Tarakan.
Hasilnya, dari 24 sarana pangan yang diperiksa, 16 sarana Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK), berupa Tanpa Izin Edar (TIY). Produk pangan tersebut berasal dari Malaysia.
“Ada 24 (sarana) yang diperiksa dengan TMK-nya ini lebih banyak yaitu 16 sarana, jadi 67 persen,” ujar Kepala Balai POM di Tarakan, Herianto Baan, Rabu (11/1/2023).
Diakuinya, paling banyak produk yang ditemukan adalah tanpa izin edar. Disusul produk yang rusak dan kedaluarsa.
Ironisnya produk tanpa izin edar itu sering dijumpai pada sarana distribusi. Seperti minuman soya, milo, mie instan Maggi, susu bubuk Nespray dan susu kaleng F&N.
Masih banyaknya produk pangan tanpa izin edar ini menjadikan Kaltara masuk 5 besar provinsi terbanyak peredaran produk tanpa izin edar.
Ini disebabkan letak Kaltara sebagai provinsi yang berbatasan dengan Malaysia dan negara lain sehingga rentan masuk produk pangan tanpa izin edar.
Dengan kondisi itu, ia menilai, komitmen semua pihak dalam mencegah peredaran pangan tanpa izin edar masih kurang.
“Ini yang harus menjadi catatan buat kita untuk bisa memerangi atau mengurangi peredaran pangan tanpa izin edar beredar di Kaltara,” ungkapnya.
Padahal, jelas Herianto Baan, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 pada pasal 191, telah ditegaskan bahwa dalam hal pengawasan keamanan mutu dan gizi setiap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau diimpor untuk diperdagangkan dalam bentuk kemasan ecer, pelaku usaha wajib memiliki izin edar.
Regulasi itu bahkan mengatur sanksi tegas bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Sebagaimana di pasal 142, hukuman penjaranya bisa sampai 2 tahun dan denda maksimal Rp 4 miliar.
Selain itu, Herianto Baan menilai, ada modus baru peredaran narkotika jenis sabu melalui sembako. Modus ini perlu diwaspadai, karena bisa saja sembako yang digunakan adalah produk pangan tanpa izin edar.
Sementara itu, dari hasil intensifikasi secara nasional yang dilakukan periode 1-23 Desember, total ada 2.412 jenis produk pangan olahan yang diperiksa. Dari jumlah itu, sebanyak 1.643 produk memenuhi ketentuan dan 769 produk tidak memenuhi ketentuan.
Adapun jumlah temuan pangan dalam satuan pcs, terbanyak produk kedaluarsa sebanyak 36.978 pcs, tanpa izin edar sebanyak 23.752 pcs dan rusak sebanyak 5.383 pcs.
Sedangkan dari aspek sarana, sebanyak 730 ritel, 37 gudang distributor dan 2 gudang importir tidak memenuhi ketentuan. (jkr)
Discussion about this post