TANJUNG SELOR – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Utara (Kaltara) menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.
Data terbaru menunjukkan mayoritas insiden justru terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi zona paling aman bagi korban.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltara, Vamelia menilai kondisi ini sudah masuk kategori darurat dan membutuhkan penanganan yang jauh lebih sistematis.
Oleh sebab itu, pola penanganan sporadis tidak lagi memadai.
“Kasus kekerasan tidak bisa lagi dianggap persoalan ‘dapur’. Faktanya, sebagian besar justru terjadi di lingkar terdekat korban,” ujar Vamelia, Minggu (23/11/2025).
Dalam kasus ini, selain kekerasan fisik dan verbal, pihaknya juga menyoroti munculnya bentuk-bentuk kekerasan digital.
Vamelia menyebut kekerasan berbasis online kini tumbuh seiring pesatnya penggunaan teknologi di masyarakat.
“Mulai dari pelecehan siber sampai eksploitasi digital anak, semuanya menambah kompleksitas masalah. Ini ancaman nyata dan tidak bisa ditangani dengan cara lama,” sebutnya
Lebih lanjut, pihaknya juga menyoroti lambanya pengimplementasian terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
Oleh karenanya, ia mendesak agar regulasi ini tidak hanya menjadi landasan hukum, tetapi benar-benar dijalankan sampai ke masyarakat akar rumput.
“Regulasi tidak boleh parkir di atas kertas. Harus ada petunjuk teknis yang konkret, aplikatif, dan dirasakan hingga ke lapisan masyarakat paling bawah,” tandasnya. (ADV)

















Discussion about this post