TARAKAN – Komite III DPD RI bersama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggelar sosialisasi Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) yang disepakati antara Komite III DPD RI dan BP2MI.
Kegiatan yang digelar di Cafe Alaska, Sabtu (20/7/2024) dihadiri Ketua Komite III DPD RI, H. Hasan Basri, perwakilan dari BP2MI dan ratusan masyarakat Tarakan.
Dalam arahannya, Ketua Komite III DPD RI, H. Hasan Basri menilai kegiatan ini penting digelar sebagai wadah sosialisasi ke masyarakat.
Ini dimaksudkan agar masyarakat paham akan prosedur menjadi tenaga kerja migran yang resmi sehingga terlindungi akan hak serta keselamatannya.
“Kenapa perlu disosialisasikan tentang pekerja migran Indonesia? Kalau dulu kita mendengar yang namanya TKI itu selalu kekerasan, selalu adanya deportasi, selalu adanya perlakuan kejahatan, terutama untuk kaum wanita,” ujar Hasan Basri.
“Sekarang setelah ditangani oleh BP2MI, berdasarkan MoU kami di Jakarta antara Benny Ramdani (Kepala BP2MI) yang saya tandatangani bersama-sama, bahwa membuat komitmen bersama bagaimana perlakuan-perlakuan pekerja migran di luar negeri dapat diperlakukan dengan adil dan baik,” lanjut Hasan Basri.
Pekerja migran sendiri, menurut senator asal Kalimantan Utara ini, merupakan sektor penyumbang devisa terbesar kedua setelah minyak bumi dan gas (migas).
Berdasarkan data yang ia peroleh, sektor yang dulunya dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ini mampu menyumbang devisa mencapai Rp 160 triliun atau USD 14,5 miliar setiap tahun.
Peminat sektor ini juga sangat banyak. Tahun 2023, jumlah pekerja migran Indonesia meningkat menjadi 37 persen dari tahun sebelumnya.
“Kenapa perlu mendapat perhatian? Karena penyumbang devisa terbesar negara kita di bawah migas. Bayangkan setiap tahun kasih duit ke negeri ini sekitar Rp 160 triliun yang kita gunakan untuk membangun negara ini. Sementara mereka di luar bekerja setengah mati. Ada yang jadi pembantu, ada yang jadi supir dan lain sebagainya,” tutur Hasan Basri.
Karena itu, pria yang disapa HB ini menilai perlu ada perhatian khusus kepada tenaga kerja migran karena didominasi kaum perempuan dengan berbagai jenjang pendidikan mulai SD hingga SMA.
Dengan sosialisasi ini, masyarakat bisa mengetahui apa saja hak-hak pekerja migran. Kegiatan ini juga wujud dari kerjasama yang dibangun Komite III DPD RI dan BP2MI.
Di mana Komite III DPD RI perlu melakukan pengawasan secara terpadu terhadap pekerja migran Indonesia, khususnya di daerah perbatasan.
Di Kaltara sendiri, terdapat kantor perwakilan BP2MI di Nunukan yang wilayah kerjanya hingga ke Balikpapan.
“Kenapa perlu diawasi? Karena yang SD banyak, SMP ada, SMA ada. Jangan sampai pekerja migran kita bekerja ke luar negeri, pulang tidak tahu apa-apa, disisipi tasnya obat-obat terlarang oleh orang-orang tertentu, maka tugas BP2MI bagaimana pekerja itu mendapat perlakuan dengan baik,” tuturnya.
Indonesia sendiri, sepengetahuan Hasan Basri, telah menjalin kerjasama dengan Jepang, Korea dan Jerman di sektor tenaga kerja migran.
Dengan pengiriman pekerja migran secara benar, di jamin mereka bekerja dengan terlindungi hak-haknya. Baik gaji yang sesuai maupun perlindungan dari tindak kekerasan.
Kebanyakan tenaga kerja migran yang mendapat perlakuan kekerasan karena tidak melalui prosedur yang resmi melalui BP2MI.
Sebaliknya jika mendaftar melalui BP2MI, ia menyakini seluruh hak-hak pekerja migran akan terpenuhi dan terlindungi. (jkr)
Discussion about this post