TARAKAN – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Utara (Kaltara) Suryanata Al Islami mengingatkan Pemerintah Daerah bahwa prinsip pengganggaran Pemilu atau Pilkada, harus ada dan tercukupi.
Karena itu, ia menegaskan, anggaran tidak hanya sekedar ada, tapi harus dilihat juga kecukupannya untuk melaksanakan seluruh tahapan hingga selesai.
“Jangan sampai kita sekadar menyediakan anggaran, tapi tidak mencukupi untuk dilaksanakannya seluruh tahapan pilkada sampai selesai,” tuturnya saat diwawancarai jendelakaltara.co melalui sambungan telepon, bebeberapa hari lalu.
Pihaknya sendiri telah mengusulkan kebutuhan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada Kaltara tahun 2024. Usulan telah disampaikan kepada Pemprov Kaltara sejak tahun lalu. Namun jumlahnya menurun setelah dilakukan rasionalisasi.
“Di awal kita menyampaikan sekitar Rp 200 (miliar), lalu kami lakukan rasionalisasi lagi, terjadi penurunan,” ungkap Suryanata
Sepengetahuannya, besaran anggaran setelah dirasionalisasi sekira Rp 180an miliar. Terjadi penurunan karena menyesuaikan standarisasi honorarium petugas Ad Hoc yang diterbitkan Kementerian Keuangan dan KPU RI.
Suryanata berharap Pemprov Kaltara tidak menyamakan anggaran Pilkada 2024 dengan Pilkada Kaltara 2020, karena alasan tidak terserap maksimal. Ketika itu, pihaknya mendapatkan Rp 103 miliar. Namun, masih ada yang dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp 38 miliar.
Tidak maksimalnya serapan anggaran, beber Suryanata, karena ketika itu Pilkada dilangsungkan di tengah pandemi Covid-19 yang tinggi. Sedangkan usulan disampaikan sebelum pandemi.
Dampaknya, banyak kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan karena berpotensi melanggar protokol kesehatan. Termasuk sosialisasi akbar dan jalan sehat di kabupaten dan kota serta tidak bisa mengundang banyak orang saat debat calon.
Selain itu, anggaran Pilkada juga terkena recofusing yang dilakukan pemerintah karena berkonsentrasi untuk penanganan Covid-19.
“Kita punya alasan yang sangat rasional, bahwa kenapa anggaran pada saat Pilkada 2020 itu banyak mengembalikan. Tapi tentu ini tidak boleh dijadikan dasar oleh pemerintah untuk menyamakan anggaran Pilkada 2020 dengan Pilkada 2024,” harapnya.
Selain itu, pihaknya juga sangat memperhitungkan potensi calon yang akan muncul, karena bakal berdampak pada alokasi anggaran untuk surat suara, logistik dan fasilitasi kampanye.
Karena itu, pihaknya paling tidak bisa memperediksi hingga mendekati. Jangan sampai analisis terhadap potensi calon yang kurang tepat akan memunculkan masalah. Misal, yang diprediksi hanya tiga calon, namun justru yang muncul lima calon. Itu akan membuat kebutuhan anggaran membengkak.
Belum lagi ditambah kemungkinan munculnya calon perseorangan yang akan memakan biaya cukup besar untuk melakukan verifikasi faktual. Seperti yang terjadi pada Pilkada 2020, muncul satu bakal calon perseorangan yang menyerahkan dukungan. Pihaknya tindaklanjuti dengan melakukan verifikasi faktual.
Untuk menyiasati terpenuhi kecukupan anggaran, Suryanata menyarankan Pemprov Kaltara duduk bersama dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota.
“Memang penting juga saya kira pemerintah provinsi duduk bersama dengan pemerintah kabupaten kota untuk mendiskusikan terkait bagaimana pola sharing anggaran nanti untuk Pilkada serentak antara provinsi dan kabupaten kota. Karena ada hal-hal prinsip yang sepenuhnya menjadi tanggungan provinsi, ada juga hal-hal yang menjadi tanggungannya pemerintah kabupaten kota. Tapia da juga anggaran yang pada kegiatan tertentu, bisa dilakukan sharing,” imbaunya.
Ia memastikan, sampai saat ini belum ditandatangani NPHD karena belum ada kesepakatan antara pemerintah daerah dengan penyelenggara pemilu terkait alokasi anggaran yang disetujui. (jkr)
Discussion about this post