TARAKAN – Ketua Adat Dayak Belusu, Desa Seludau, Kaharuddin, meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tana Tidung (KTT) dapat memindahkan lokasi pembangunan Pusat Pemerintahan (Puspem) ke daerah lain.
Seperti diketahui, Pemkab Tana Tidung berencana membangun pusat pemerintahan di Desa Seludau, Kecamatan Sesayap Hilir.
Rencana itu didukung terbitnya Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 997/MENLHK/SETJEN/PLA.2/9/2022 tentang Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi Pembangunan Pusat Pemerintahan Atas Nama Bupati Tana Tidung.
Sayangnya, di lahan seluas 405 hektar itu, ada tanah adat, termasuk lahan leluhur Kaharuddin yang sudah didiami turun temurun. Bahkan makam tua leluhurnya ada di lokasi tersebut. Karena itu, ia memberanikan diri menyampaikan hal itu.
“Saya pernah mendengar sejarah kakek saya yang ada di desa tersebut bahwa turun temurun dari zaman Belanda, di situlah tempatnya membesarkan kami,” ujar Kaharuddin.
“Pindah dari situ, banyak, luas kok KTT, jangan ada yang tumpang tindih, masyarakat kasihan,” pinta pria 63 tahun ini didampingi rekannya Natalius Jhon kepada awak media di Tarakan, Sabtu (8/10/2022).
Kaharuddin sendiri mendukung Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Tana Tidung di bawah kepada daerah saat ini. Ia juga tidak berniat melawan pemerintah daerah. Namun, kaharuddin hanya minta keadilan.
Menurutnya, pembangunan juga harus seiring dan sejalan dengan masyarakat, dengan mengedepankan keramahan dan musyawarah.
Kaharuddin menegaskan tidak ingin ganti rugi lahan. Karena lahan tersebut sudah lama didiami sejak dari leluhurnya. Lahan itu sendiri akan dipersiapkannya untuk anak cucunya ke depan.
Atas penolakkan itu, Kaharuddin mengaku telah menemui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencari keadilan.
Ditambahkan Natalius Jhon, dalam SK Kemen LHK Nomor 997/MENLHK/SETJEN/PLA.2/9/2022, sebenarnya ada poin-poin yang harus diselesaikan Pemkab Tana Tidung terhadap masyarakat.
Ia mencontohkan pada poin (f), di mana terhadap penguasaan lahan oleh masyarakat atau hak-hak pihak ketiga pada areal yang dibangun, perlu diselesaikan oleh Pemkab Tana Tidung setelah persetujuan pelepasan kawasan hutan ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain itu, pada poin (g), menjelaskan bahwa pembangunan pusat pemerintahan telah sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Kaltara 2017-2037 dan Peraturan Daerah Kabupaten Tana Tidung Nomor 16 tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tana Tidung 2012-2023.
Diakuinya memang beberapa kali dilakukan pertemuan dengan pemerintah, namun tidak ada solusi yang disepakati karena tidak dihadiri pengambil keputusan. Pertemuan hanya menampung aspirasi masyarakat saja.
“Dari SK ini, dua poin tersebut menjadi pertanyaan buat kami, sebenarnya sudah 1 tahun lebih kita berupaya menempuh jalur-jalur manusiawi, berharap musyawarah dan mufakat yang kita harapkan. Tapi sampai detik ini juga tidak pernah menemukan jalan keluar dan solusi terbaik,” ungkapnya.
Karena itu, pihaknya menerbitkan permohonan penolakan perubahan lahan pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Tana Tidung. Salah satu dasarnya adalah Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tana Tidung 2012-2023.
Di mana, pada Pasal 35 telah ditetapkan peruntukan pemukiman dan kantor pemerintahan Tana Tidung . Adapun wilayah yang ditetapkan seluas kurang lebih 16.000 hektar dan sesuai dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
Selain itu, rencana lokasi yang akan dibangun sudah menjadi sumber penghidupan dan penggerak ekonomi bagi masyarakat. Karena telah ditanami sejumlah tanaman sawit, kayu gaharu, kayu adau, sarang burung walet, warung-warung, kandang ayam, kolam ikan, rumah warga dan usaha lainnya yang menjadi sumber penghidupan sehari-hari masyarakat.
Yang penting lagi, lokasi tersebut merupakan wilayah adat suku Dayak Belusu. Ini dibuktikan dengan adanya situs makam leluhur Dayak Belusu di areal tersebut.
Jhon menegaskan, sebenarnya keinginan masyarakat yakni pembangunan yang berdasarkan keadilan dan adat di daerah tersebut karena hidup di wilayah beradat. Karena dari penerus, masyarakat menaruh harapan bisa berkembang.
Di sisi lain, menurut Jhon, sebenarnya sudah ada lahan yang disiapkan Pemkab KTT di pemerintahan sebelumnya yang berlokasi di Desa Bebatu dan sekitarnya. Di mana lahannya lebih luas dan telah melalui kajian AMDAL. (jkr)
Discussion about this post